Wednesday, January 29, 2020

apakah memang harus bercerita?

:: APAKAH MEMANG HARUS BERCERITA? ::

Luar biasa! Subhanallah!

Pantas saja gelar Zainal Abidin disandangkan untuk beliau, perhiasan dan kebanggaan para pecinta ibadah. kurang lebih seperti itulah makna dari gelar untuk 'Ali bin AI Husain bin 'Ali bin Abi Tholib tersebut.

Sejarah kehidupan beliau semestinya dipancangkan menjadi salah satu pondasi hidup seorang muslim. Tiada hari tanpa ibadah, setiap saat selalu bercakap kalimat hikmah, begitulah kesimpulan singkat dari biografi beliau. Gelar Zainal Abidin tentu cukup sebagai bukti akan kesungguhan beliau di dalam beribadah.

Beberapa waktu sepeninggal Zainal Abidin, kalangan faqir miskin kota Madinah merasakan perubahan yang nyata. Tidak ada lagi karung-karung berisi tepung yang biasanya mereka temukan di depan pintu rumah di kala pagi.

Iya, sudah cukup lama berlangsung sebuah misteri tentang sedekah untuk kaum faqir miskin. Sekian lama berjalan di kota Madinah, kaum faqir dan miskin merasa sangat terbantu dengan seseorang yang bersedekah di malam hari, tanpa seorang pun yang mengetahui siapa orang tersebut.

Ketika itu, sejumlah kerabat dan shahabat yang memandikan jenazah Zainal Abidin menemukan bekas kehitam-hitaman di punggungnya. Semua informasi dan data dipadukan, ternyata lelaki misterius yang setiap malam berkeliling kota Madinah sambil memanggul karung-karung berisi tepung untuk kaum faqir dan miskin adalah 'Ali bin Al Husain Zainal Abidin rohimahullah.

Subhanallah! Berbuat kebajikan dan berbagi kebahagiaan dilakukan oleh Zainal Abidin secara diam-diam. Ia tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui. Hanya keridhoan dari Allah semata yang didambakan. Ia yaqin bahwa Allah maha mengetahui tiap titik kebajikan yang dipersembahkan hamba, meskipun tak seorang pun manusia mengetahuinya.

Ber'amal itu bukan untuk dilihat orang!

Beribadah itu bukanlah bertujuan untuk disanjung dan dipuji sesama.

Apakah Anda merasa kurang afdhol jika setelah ”berbuat” tidak ada sanjungan yang datang?

Apakah Anda merasa lebih hebat jika setelah "berbuat" nama Anda disebut-sebut?

Apakah hati Anda menjadi sempit dan hampa jika justru nama orang lain yang disanjung-sanjung, padahal Andalah sesungguhnya yang telah “berbuat”?

Na'udzu billah!

Tidak semua hamba akan beroleh naungan pada hari kiamat kelak. Hanya hamba-hamba yang istimewa sajalah yang akan merasakan karunia Allah yang tak ternilai ini; naungan-Nya. Tahukah Anda siapakah salah satu golongan dari hamba-hamba istimewa tersebut?

Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam memberitakan salah satu golongan manusia yang kelak mendapatkan naungan-Nya pada hari kiamat:

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حتى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ ما صَنَعَتْ يَمِينُهُ

”...Dan seorang hamba yang bersedekah. Ia berusaha untuk menyembunyikannya. Tangan kirinya saja tidak mengetahui sedekah yang dilakukan oleh tangan kanannya...” [H.R. Al Bukhori no: 660 dan Muslim no:1031 Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu 'anhu].

Luar biasa bukan? Jangankan orang lain, anggota tubuhnya sendiri saja diupayakan untuk tidak mengetahuinya!

Maka janganlah heran jika ada 'ulama salaf (generasi terdahulu) yang bertahun-tahun menangis di gelapnya malam, air matanya membasahi bantal, sementara istrinya yang tidur di sampingnya tidak pernah mengetahui tangisan sang suami.

Anda pun tak perlu heran dengan seorang 'ulama salaf yang semalam suntuk menghidupkannya dengan qiyamulIail, lalu ketika shubuh datang ia berpura-pura seakan-akan baru bangun saat itu.

Janganlah Anda heran dengan kisah-kisah inspiratif semacam ini, sebab yang justru mesti diherankan adalah kenapa kita berbangga diri dengan bercerita kepada orang lain, "Aku telah berbuat ini dan berbuat itu?!"

Di belahan bumi yang lain, pada latar waktu yang lain, 'Abdullah bin Al Mubarok senang sekali berkunjung ke Thursus untuk turut berjaga-jaga di benteng kaum muslimin di tapal batas. Setiap kali beliau tiba, kaum muslimin selalu menyambutnya dengan hangat. Mereka berusaha untuk menimba 'ilmu dari 'Abdullah bin Al Mubarok rohimahullah. Salah seorang dari mereka terdapat anak muda yang nampak bersemangat.

Suatu saat, 'Abdullah bin Al Mubarok berkunjung kembali ke Thursus. Anak muda penuh semangat yang dikenalnya tidak nampak terlihat. Setelah ditanyakan oleh beliau, ternyata anak muda itu sedang menjalani hukuman penjara karena terlilit hutang. 'Abdullah bin Al Mubarok pun meminta keterangan tentang kepada siapakah anak muda itu berhutang.

Jangan engkau ceritakan kepada siapa pun! pesan 'Abdullah bin Al Mubarok kepada orang yang menghutangi anak muda itu. Pesan itu dititipkan oleh 'Abdullah bin Al Mubarok setelah beliau melunasi hutang-hutang anak muda tersebut yang mencapai 10.000 dirham.

'Abdullah bin Al Mubarok lalu meninggalkan negeri Thursus. Sekira jarak dua marhalah, terlihat seorang anak muda mengejar 'Abdullah bin Al Mubarok dengan terburu-buru. ”He, anak muda. Dari mana saja engkau? Aku tidak melihatmu sejak beberapa waktu yang lalu?” tanya 'Abdullah bin Al Mubarok.

”Aku dipenjara karena terlilit hutang. Tiba-tiba ada seseorang yang datang untuk melunasi hutang-hutangku tersebut, sehingga aku pun dibebaskan dari penjara.” anak muda itu menjawab.

'Abdullah bin Al Mubarok hanya tersenyum sambil mendo'akan kebaikan untuk sang pemuda.

Tidak ada kata yang terucap oleh 'Abdullah bin Al Mubarok, ”Akulah orang yang melunasi hutang-hutangmu, anak muda.” Juga beliau tidak bercerita kepada orang-orang, "Anak muda itu dibebaskan dari penjara karena aku yang membantunya." Semua dilakukan secara diam-diam, rahasia, dan tidak ada keinginan ada seorang pun yang mengetahuinya.

'Abdullah bin Al Mubarok yaqin benar dengan firman-Nya:

وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ ٱللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

”Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhoan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kalian sedikit pun tidak akan dianiaya.” [Q.S. AI Baqoroh-272].

Bagaimana dengan Anda? Bukankah Anda selalu bersemangat untuk mengupdate status Anda? Bahwa Anda telah berbuat ini dan berbuat itu? Bukankah Anda merasa senang dan puas melihat sederet panjang komentar dari shahabat dan kerabat Anda? Pernah merasa bersedih ketika tidak ada satu pun komentar yang datang? Lalu apakah mamang harus bercerita?Jangan-jangan...? Semoga saja tidak.

Wallahu a'lam.

Ditulis oleh : Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i
Sumber : Majalah Qudwah edisi 11 vol.01 2013

https://www.atsar.id/2019/10/apakah-setiap-kebaikan-kita-harus-diceritakan.html

Atsar ID | Arsip Fawaid Salafy
Telegram : t.me/atsarid
Twitter: twitter.com/atsarid
Line : https://line.me/R/ti/p/%40bqg5243o
YT : https://www.youtube.com/c/AtsarID
Website: www.atsar.id
http://t.me/galleriku

No comments:

Post a Comment